Misi Profetik Nabi & kaum tertindas
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeruhkan kepada yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah
( surat al-Imron :110)
“ perlawan untuk kaum tertindas” mungkin kata ini yang pantas untuk dilabelkan pada misi perjuangan Nabi Muhammad ketika menyebarkan agama Islam pada masyarakat Arab pada waktu itu. Agama Islam membawa ide persaudaraan Universal ( universal brodher hood) kesetaraan ( equality) keadilan sosial ( sosial Justice) dan kesatuan Manusia ( Unity Of manking) telah memberikan harapan yang sangat besar bagi kaum-kaum tertindas kota Makkah, Islam telah menjadi sistem alternatif bagi sebagian besar kaum Quraisy Makkah di tengah sistem dan tatanan sosial yang timpang dan mereduksi semua nilai-nilai kemanusiaan.
Sistem ekonomi masyarakat Jahiliyah dengan perdagangan sebagai basic akumulasi modal tidak menjadikan sebagian masyarakat Makkah hidup dalam kesejahteraan, namun sebaliknya, tatanan ekonomi yang dibangun telah melahirkan dan menanamkan kultur individualisme yang makin kuat, serta menciptakan konsep ekonomi yang monopolik, hanya kaum borjuis Makkah yang dapat mengakses dan mengusai semua lini kehidupan, orang –orang seperti Abu Jahal dan Abu Lahab adalah pebisnis dan pemodal yang mendapat keuntungan dari tatanan sosial dan ekonomi timpang yang notabene adalah golongan kecil dari sekian banyak masyarakat Makkah. Kultur ekonomi yang monopolik dan individual inilah membiarkan sebagian masyarakat Makkah hidup dalam ketidakadilan dan termajinalkan, kaum-kaum borjuis Makkah telah mengabaikan golongan-golongan miskin yang ada di pinggiran kota Makkah, dalam hal ini adalah para budak, buruh dan kaum perempuan, terhapus dari peta dinamika kehidupan kota Makkah.
Nabi Muhammad tidak hanya melakukan revolusi keimanan, tetapi juga melakukan protes dan seterusnya mengubah realitas sosial-kultural masyarakat Arab. jadi sebenarnya yang meyebabkan pemuka-pemuka Quraisy melakukan perlawanan terhadap Nabi bukan hanya karena masalah tauhid tetapi lebih disebabkan karena kekhawatiran mereka melihat Islam akan merubah semua tatanan sosial –kultural yang timpang dan memposisikan mereka sebagai aktor dari semua realitas tersebut. serta mengganti ketatanan realitas sosial yang adil dan tidak menindas. Munculnya ajaran zakat, menyantuni fakir miskin, larangan menumpuk harta-harta, menghargai persamaan antara laki-laki dan perempuan persaudaraan antar umat beragama serta menekankan tanggung jawab individual dan pentingnya solidaritas kemanusian. Adalah sebuah bukti Islam mempunyai sistem ekonomi sosial yang adil dan menentang semua bentuk penindasan dan ketidakadilan.
Dari sinilah Islam muncul sebagai agama pembebas, membebaskan kaum tertindas dari semua tatanan sosial yang timpang dan tidak manusiawi. Islam mengkritik sistem ekonomi kapitalistik yang dimainkan oleh Kaum Quraisy Makkah. Menghargai persamaan laki-laki dan wanita dalam konteks budaya, sosial dan ekonomi. Sehingga tidak heran dalam kurun waktu sepuluh tahun agama Islam mengalami perkembangan yang amat pesat. Konteks inilah yang menjadikan Islam bukan hanya sebagai revolusi keimanan tapi lebih dari itu, Islam merupakan agama kaum tertindas, yang teraniaya karena kepentingan-kepentingan yang tidak adil, merampas semua hak-hak kaum miskin dan perempuan.
Perubahan yang sangat signifikan yang dilakukan oleh Muhammad SAW baik dalam wilayah sosial, ekonomi dan keyakinan merupakan jawaban konseptual praktis atas problematika kehidupan umat manusia pada waktu itu, realitas sosial kemanusiaan Muhammad SAW telah diposisikan sebagai teks yang mesti dibaca secara kritis, dan ide-ide pembebasan telah ditemukan dari semangat profetik Nabi yang terinpirasi dari al-Qur’an.
Tranformasi nilai sosial agama
Kemiskinan, kelaparan, dan ketidakadilan merupakan problematika yang dihadapi sebagian umat Islam seluruh dunia saat ini, sistem yang tidak adil yang diperankan oleh kapitalime telah menggerogoti nilai-nilai kemanusian dari negara berkembang dunia ke-tiga yang notabene mayoritas penghuninya adalah umat Islam. Tranformasi nilai sosial agama inilah yang nanti diharapkan dapat menjadikan agama (Islam) sebagai kekuatan revolusioner bagi kaum-kaum tertindas, Islam harus menjadi semangat revolusioner untuk berjuang menghadapi tirani, eksploitasi dan sistem yang tidak adil, Islam sangat menekankan pada keadilan di semua aspek kehidupan, dan keadilan ini tidak akan tercapai tanpa membebaskan golongan masyarakat lemah dan marginal dari penderitaan, dan penindasan.
Untuk melahirkan makna-makna tranformatif tersebut, agama harus dilepaskan dari aspek-aspek yang lebih bersifat filosofis-intelektual dan menuju aspek-aspek yang lebih bersifat praktis –historis atau dalam bahasa lain bisa di katakan bahwa tranformasi nilai sosial agama akan lebih berperan dan mengena pada obyek sasaran permasalah umat Islam dewasa ini, apabila dapat membahasakan bahasa ilahiyah (langit) ke bahasa kebumi-an, artinya harus ada pemaknaan ulang konsep-konsep kunci yang ada dalam Islam yang selama ini dimaknai secara keagamaan kebahasaan yang lebih praktis, dengan melakukan pemaknaan ulang untuk memperoleh signifikasi sosial –ekonomi.
Pertama, Konsep tauhid, selama ini tauhid mengacu pada makna “keesaan Allah” namun konsep ini bisa dimaknai sebagai kesatuan manusia, masyarakat yang tidak membenarkan akan adanya diskriminasi dalam bentuk apapun artinya masyarakat yang tidak ada dominasi yang kuat atas yang lemah, dan dominasi tersebut merupakan bentuk pengingkaran dari masyarakat yang adil.
Kedua, Konsep sabar, Kesabaran selama ini telah tereduksi karena kesabaran dimaknai sebagai sikap menerima kondisi apa adanya, seharusnya konsep kesabaran harus diletakkan dalam konteks berjuang melakukan perubahan sosial dan memperjuangkan kaum lemah yang tertindas oleh arogansi sistem tertentu.
Ketiga, konsep Iman. Pemaknaan Iman selama ini sering diartikan selamat, damai, perlindungan, dan yakin. Iman yang sebenarnya tidak hanya dalam kepercayaan terhadap Tuhan saja, namun orang yang beriman harus bisa menciptakan kedamaian dan ketertiba, memiliki keyakinan terhadap semua nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan, Iman kepada Allah, akan mengantarkan manusia kepada perjuangan yang keras untuk menciptakan masyarakat yang berkeadilan dan berkeadaban.
Keempat, konsep kafir. Istilah kafir seharusnya tidak hanya diletakkan pada ketidakpercayaan pada aspek religius, tetapi secara tidak langsung juga menyatakan penantangan terhadap masyarakat yang adil dan egaliterian serta bebas dari bentuk eksploitasi dan penindasan, jadi orang kafir adalah orang yang tidak percaya terhadap Allah dan sekaligus secara aktif menentang usaha-usaha yang jujur untuk membentuk kembali masyarakat, penghapusan pemupukan kekayaan, penindasan, eksploitasi, dan segala bentuk ketidakadilan.
Kelima, konsep jihad. Secara literal jihad berarti berjuang dengan sungguh-sungguh, dimaknai sebagai berjuang dalam menghapus semua bentuk ketidakadilan, korupsi, arogansi kekuasaan dan menolong orang-orang miskin.
Dari beberapa rekonstruksi pemaknaan ulang bahasa kegamaan tesebut diharapkan dapat menjadikan spirit perjuangan, karena ini akan menjadikan ukuran realitas sosial sebagai bagian dari perjuangan agama Islam dan hal rekontruksi tersebut juga merupakan konseptual praktis yang diharapkan akan melahirkan kesadaran kritis tentang pemaknaan keagamaan.
Islam Dan tanggung jawab sosial.
Islam merupakan agama yang sempurna, ajaran Islam sangat komprehensif dan holistic (menyeluruh) yang meliputi semua lini kehidupan, universal ajaran Islam mengandung hubungan makhluk dengan sang kholiq, makhluk dengan sesama maupun dengan alam. Artinya bahwa nilai relegiusitas dalam kontek ritual formal (sholat, puasa, dll) tidak akan sempurna dengan tidak melakukan nilai relegiusitas yang bersifat keshalihan sosial (tanggung jawab sosial), karena ibadah ritual dibangun dengan epistemology ibadah sosial. Orang yang mulia disisi Tuhan adalah orang yang bisa menjadikan spirit ibadah ritual untuk ditranformasikan pada realitas masyarakat.
Sholat adalah bagian dari ibadah ritual yang mempunyai spirit sosial, fungsi sholat untuk mencegah kemungkaran telah memberi legitimasi (pembenaran) bahwa dalam realitas sosial kemasyarakat disitu pasti ada kaum yang membutuhkan uluran tangan kita untuk “dirangkul” dan dilindungi, serta membenarkan dan memberikan semangat revolusioner untuk melawan ketidakadilan, eksploitasi, dan diskriminasi. Begitupun dengan aspek ritualitas yang lain.
Namun sayang, pemahaman kebergamaan dewasa ini telah terjebak pada bingkai ritualis belaka, formulisasi telah mengalahkan esensial dari nilai agama, yakni tanggung jawab sosial. Sehingga tidak menjadi barang aneh lagi bahwa orang yang rajin ibadah berkorupsi, berpuasa tapi membiarkan tetangganya dan orang di sekitarnya kelaparan dan kemiskinan, penggalian pemahaman keberagamaan inilah yang menjadikan agama teralienasi dengan realitas sosial-kulturalnya yang notabene telah melahirkannya.
Fenomena kemiskinan, kelaparan, penindasan, dan eksploitasi sekarang telah sangat memperihatinkan, ironisnya agama tidak lagi menjadikan agenda untuk memberantasnya, tetapi justru agama dijadikan legitimasi akan adanya ketidakadilan, kemiskinan, kelaparan sebagai sebuah hal yang datang dari Tuhan dan dianggap sebagai takdir, padahal yang membentuk tatanan sosial seperti itu adalah sistem yang diskriminasi dan ketidakadilan.
Para agamawan terasa tutup telinga dan tidak ambil pusing dengan hal ini, terbukti bahwa tidak adanya sikap yang tegas untuk memperjuangkan kaum-kaum yang tertindas seperti yang diatas. Padahal sejarah historis dan esensi ajaran Islam telah menjadikan ketimpangan sosial sebagai agenda utama perjuangannya.
Misi profetik Rasulullah di Arab telah menjadikan agama Islam sebagai agama yang membebaskan dan merubah tatanan sosial yang mendukung adanya ketidakadilan, diskriminasi, dan eksploitasi. Historitas dan misi Nabi ini seharusnya menjadi landasan bagi agama Islam dewasa ini untuk lebih berperan dan masuk pada realitas sosial dan menjadikan Islam sebagai agama kaum tertindas, sebagaimana pernah dilakukan Nabi ketika memperjuangkan Islam di Arab kala itu.
Sebagai agama yang diturunkan dengan membawa misi pembebasan dan rohmatal lil ‘alamin, Islam senantiasa menjadikan keadilan dan kesalehan sosial sebagai ukuran kualitas keberagaman umatnya. Al-Qur’an telah menanamkan spirit keadilan untuk orang –orang yang lemah yang perlu naungan agama sebagai pokok esensi ajaran Islam di luar Tauhid. Kesalehan yang disebut dalam al-Qur’an bukan hanya kesalehan ritual, namun juga kesalehan sosial, “ berbuatlah adil karena adil itu lebih dekat kepada taqwa”.
No response to “Islam & aksi sosial”
Post a Comment
Terimakasih. sekali tangan terkepal, hilangkan ratapan tangis dimuka bumi