“MEMBINCANG TENTANG GENDER”
Oleh : Imro’atul Mufasirin
A. ABSTRAKSI
Wacana Gender mungkin bisa dikatakan sudah basi, karena sudah sejak lama dibicarakan oleh berbagai kalangan baik oleh para pelajar, lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan maupun kalangan orang-orang agamis, ada pro dan kontra di dalamnya, mereka saling mempertahankan argumennya yang tentu saja dengan rujukan atau sumber hukum yang mereka anggap valid.
Jika melihat realitas sosial di masyarakat wacana tentang kesetaraan gender sangat penting untuk dihembuskan, bahkan kalau perlu bisa dijadikan salah satu mata pelajaran di sekolah menengah atau mata kuliah di perguruan tinggi, dalam makalah ini penulis akan memaparkan sedikit uraian tentang gender, yang bisa dijadikan pengetahuan awal bagi sahabat/I yang masih baru menapak di dunia PMII.
B. JENIS KELAMIN DAN GENDER
Banyak orang yang sering mengasumsikan “GENDER” sebagai perempuan, akan tetapi pada kenyataanya keduanya berbeda. Jenis kelamin adalah kondisi biologis laki-laki dan perempuan yang dibawa sejak lahir dengan fungsi karakteristiknya masing-masing, sedangkan Gender adalah bentukan, konstruksi ataupun interprestasi masyarakat atas perbedaan kondisi biologis laki-laki dan perempuannya, jadi gender bukan sesuatu yang dibawa sejak lahir akan tetapi sesuatu yang dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat.
Misalnya:
- Peran : tugas-tugas rumah tangga seperti mengurus anak lebih pantas dilakukan oleh perempuan dan tak pantas dilakukan laki-laki.
- Sifat : laki-laki dianggap rasional sehingga pantas menjadi pemimpin, sedang perempuan tidak pantas karena emosional.
- Posisi : laki-laki dianggap sebagai pemimpin rumah tangga (sebagai pengambil keputusan) sedangkan perempuan sebagai pendukung.
- Nilai : dari anggapan-anggapan di atas laki-laki diniai lebih penting dari perempuan.
Gender dan peranan gender sering dianggap sebagai kebenaran oleh anggota masyarakat bahkan dianggap sebagai kodrat.
Di dalam kamus kodrat adalah suatu yang telah ditentukan dan tidak bisa dihindarkan, dapat dikatakan pula kodrat adalah karakteristik yang dibawa sejak lahir oleh laki-laki dan perempuan.
Tugas memasak, mengasuh anak sebenarnya bukan kodrat perempuan karena dapat juga dilakukan oleh laki-laki, demikian pula tugas bekerja di ladang, berjualan di pasar dapat juga dilakukan oleh perempuan.
Apa yang pantas dan tidak pantas bagi laki-laki dan perempuan memang tidak sama antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. Di Batak misalnya, perempuan yang harus bekerja keras mencari uang sedang di daerah lain juga terjadi perempuan dilarang keluar rumah dan sebagainya. Meski ada perbedaan di berbagai daerah, yang umumnya sama adalah sebagai berikut:
a. Perempuan harus bertanggung jawab atas kehidupan rumah tangga mulai dari mengasuh anak, memasak hingga membereskan rumah.
b. Perempuan harus mengutamakan keluarga dibanding dengan kebutuhannya sendiri, perempuan harus menunjukkan penghormatan pada laki-laki, biasanya ayah (saat ia kecil dan belum menikah) dan suaminya (setelah ia menikah)
c. Laki-laki dianggap sebagai pemimpin (pendapatnya harus dihormati, sehingga yang terjadi laki-laki mempunyai kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih dibandingkan dengan perempuan.
Ketidaksetaraan dengan laki-laki dan perempuan dapat dilihat dari beberapa hal antara lain:
1. Stereotipe
Adalah pelabelan negatif terhadap perempuan misalnya perempuan dianggap emosional, hanya mampu melakukan tugas-tugas sederhana dan tidak penting.
Pandangan tersebut seringkali tidak tepat, namun karena sering diulang-ulang seolah menjadi sesuatu yang baku bagi masyarakat termasuk juga perempuan.
2. Subordinassi
Adalah pemosisian perempuan sebagai orang yang kedua setelah laki-laki dengan kata lain tidak diberi posisi penting.
Selain itu perempuan dianggap sebagai milik keluarga, ketidak ia kecil dan belum menikah ia jadi ayahnya dan bila sudah menikah menjadi milik suami
3. Beban Majemuk
Beban majemuk atau beban ganda sering dialami oleh perempuan dalam rumah tangga, disatu sisi ia harus membantu suami mencari nafkah dan di sisi lain ia juga mempunyai tanggung jawab dalam mengasuh anak, memasak dan membereskan rumah.
4. Marginalisasi
Adalah peminggiran terhadap perempuan artinya perempuan ditempatkan sebagai orang yang tidak memiliki peran penting, sebagai pihak yang tidak diperhatikan kebutuhan-kebutuhan dan kesejahteraannya, misalnya dalam pertemuan di masyarakat perempuan ditempatkan dibelakang sebagai pelayan dan tidak memiliki hak suara.
5. Kekerasan (violent)
Adalah resiko yang paling serius sebagai akibat ketidaksetaraan posisi laki-laki dan perempuan. Di sini perempuan rentan terjadi korban kriminalitas, baik dari masyarakat maupun dari keluarganya sendiri.
Bentuk-bentuk kekerasan tersebut seperti penganiayaan, kawin paksa, kekerasan seksual, ucapan-ucapan menghina ( porno) sampai pada ancaman. Pada masyarakat tertentu kekerasan dianggap wajar bahkan menjadi praktek-praktek budaya.
Sadar atau tidak sadar ketidak setaraan di atas sangat merugikan perempuan di mana kita semua tidak akan bisa merubah konstruksi budaya tersebut bila perempuan sendiri enjoy dan menikmati budaya-budaya yang sebenarnya tidak adil bagi mereka
No response to ““MEMBINCANG TENTANG GENDER””
Post a Comment
Terimakasih. sekali tangan terkepal, hilangkan ratapan tangis dimuka bumi