PMII PONOROGO

Mencari Artikel Di Blog PMII Ponorogo

Proposal Paidea untuk Mendiknas

Oleh Frietz R Tambunan


REAKSI masyarakat yang kurang responsif atas pengangkatan Mendiknas baru sebaiknya dipandang sebagai shock therapy untuk proses "penyembuhan" pendidikan Indonesia.
Ekspektasi yang tinggi dari masyarakat terhadap profil seorang menteri pendidikan nasional (mendiknas) disebabkan dua hal: hancurnya mutu pendidikan nasional dan kaul presiden saat kampanye pemilihan presiden lalu untuk membenahi pendidikan nasional. Daripada menghabiskan energi memasalahkan ada tidaknya tarik-ulur politis dalam pengangkatan mendiknas baru, ditawarkan berbagai pesan atau usulan pedagogis agar desain platform politik pendidikan nasional kita elok dan bermutu.
Demokrasi pendidikan
John Dewey dalam buku Democracy and Education (1916) menyampaikan pesan revolusioner: masyarakat yang demokratis harus menyediakan kesempatan pendidikan yang sama bagi semua warganya serta kualitas pendidikan yang sama. Hal ini sejalan dengan pernyataan Horace Mann, pendidikan adalah pintu gerbang kepada persamaan. Dikatakan, hasil pendidikan yang demokratis meningkatkan kesadaran dan keterlibatan rakyat dalam pemilu sehingga tinggi-rendahnya partisipasi warga dalam pemilu mencerminkan kualitas sistem pendidikan nasional.
Hakikat pendidikan yang demokratis adalah pemerdekaan. Tujuan pendidikan dalam suatu negara yang demokratis adalah membebaskan anak bangsa dari kebodohan, kemiskinan, dan berbagai "perbudakan" lainnya.
Kata pendidikan berasal dari kata Latin educare yang secara harfiah berarti "menarik ke luar dari" sehingga pendidikan adalah sebuah aksi membawa seorang pais (anak/peserta didik) keluar dari kondisi tidak merdeka, tidak dewasa, dan tergantung, ke suatu situasi merdeka, dewasa, dapat menentukan diri sendiri, dan bertanggung jawab. Pendidikan yang demokratis tidak bertujuan menciptakan manusia siap kerja, tetapi membentuk manusia matang dan berwatak yang siap belajar terus, siap menciptakan lapangan kerja (job creator), dan siap mengadakan transformasi sosial karena sudah lebih dulu mengalami transformasi diri lewat pendidikan. Maka pendidikan adalah sebuah proses pedagogis (dari kata Yunani pais-paidea) di mana seorang pais dibebaskan dari ketidakmatangan dan kebodohan menjadi seorang yang human– manusia matang, intelek, dan kultural.
Selain itu, manusia merdeka sebagai hasil pendidikan yang demokratis harus juga matang secara etis. Perlunya pendidikan etika sudah ditekankan Mendiknas Bambang Sudibyo dalam pidato pertama saat serah terima jabatan (Kompas, 22/10/2004). Manusia merdeka dan demokratis hasil pendidikan nasional perlu tampil sebagai pribadi yang memiliki integritas pribadi yang unggul dan berbakti pada masyarakat. Meski sekolah secara metodik-didaktik hanya berfungsi subsider (terhadap keluarga) dalam hal pendidikan nilai, namun sebagai salah satu agen sosialisasi nilai, sekolah harus tampil di depan sebagai lembaga pendidikan suara hati. Harapan kita, pidato Mendiknas tentang pendidikan etika akan merupakan salah satu praksis pendidikan nasional di masa datang.
Tugas negara
Pendidikan adalah salah satu tugas negara terpenting (Edgar Faure) karena pendidikan merupakan kebutuhan pokok manusia yang istimewa. Pendidikan merupakan hak pribadi manusia yang berakar dalam aneka kebutuhan pokok manusia sebab manusia tidak bisa mengembangkan hidupnya tanpa pendidikan minimum dan bermutu. Jika transfer kultural terjadi secara alamiah seperti pada masyarakat primitif, manusia akan tetap terbelakang dan tidak akan terjadi sebuah transformasi sosial yang perlu untuk meningkatkan mutu kehidupan. Sebagai makhluk budaya, manusia harus mengalami transformasi kultural karena hanya dengan cara itulah manusia dapat mengatasi berbagai keterbatasan kodratnya. Tanpa pendidikan, manusia akan tetap kerdil, tergilas kekuatan dan kekuasaan alam, terpenjara pesona magis-misteri, dan seperti kata Asimov, tingkat kesadarannya hanya sebatas idle curiousity (instink) binatang dan takkan berubah menjadi creative curiousity, ciri orang terdidik. Dengan demikian, hak atas pendidikan bukan saja sekadar kebutuhan pokok fisik, tetapi juga kebutuhan pokok yang khas manusiawi yang akhirnya didasarkan atas martabat manusia yang tidak bisa ditawar.
Begitu pentingnya pendidikan untuk kemajuan sebuah bangsa, tahun 1972 The International Comission for Education Development dari Unesco sudah mengingatkan bangsa-bangsa, jika ingin membangun dan berusaha memperbaiki keadaan sebuah bangsa, harus dimulai dengan pendidikan sebab pendidikan adalah kunci. Tanpa kunci itu segala usaha akan sia-sia. Kesadaran akan pentingnya pendidikan inilah yang membuat negara-negara maju memberi prioritas tinggi akan pendidikan, mengadakan modernisasi dan penyempurnaan lembaga-lembaga pendidikan, tidak segan-segan mengadakan pembaruan, termasuk meningkatkan anggaran pendidikan secara progresif. Negara-negara maju melihat, investasi yang besar di bidang pendidikan akan menghasilkan high rate of return di masa depan. Kini kemajuan sebuah negara diukur dengan makin murahnya pendidikan yang bermutu sehingga tidak menjadi beban bagi warganya. Di Indonesia, pendidikan masih tetap sebuah beban berat, bahkan sudah distigmata sebagai "kegelisahan sepanjang zaman" (Sindhunata 2001).
Saling terkait
Mutu pendidikan amat tergantung mutu guru, dan mutu guru terkait tingkat kesejahteraannya. Selama guru tidak memiliki kebanggaan profesional yang ditentukan dengan besaran gaji, guru yang adalah pelaku utama proses pendidikan-tetapi kurang dihargai karena gaji relatif rendah-tidak akan merasa bangga sebagai guru dan memandang profesinya sebagai pelarian atau pekerjaan sekunder. Rasa bangga sebagai guru kian hancur melihat kenyataan, para petinggi pendidikan mulai dari menteri, dirjen, kepala kopertis, sampai pejabat dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota, jarang berasal dari guru atau dari praktisi pendidikan. Para guru bangsa ini secara ironis "dikelola" birokrat yang kurang memiliki patos pedagogis-didaktis yang mutlak dimiliki seorang pendidik.
Sebuah pemerintah yang adil seharusnya menyediakan pendidikan bermutu bagi seluruh warganya tanpa kecuali. Namun, "keadilan" ini belum dapat diwujudkan Pemerintah Indonesia karena kenyataannya belum sanggup memuaskan hak dasar atas pendidikan warganya. Di tengah ketidakberdayaan ini, masyarakat memberi uluran tangan membantu pemerintah dengan menyelenggarakan pendidikan swasta. Ironisnya, pemerintah selama ini merasa tidak dibantu dalam memenuhi kewajiban utamanya menyediakan pendidikan bagi rakyat bahkan cenderung memperlihatkan sikap arogan yang tak masuk akal dengan cara membuat berbagai peraturan yang mempersulit dan menghambat perkembangan pendidikan swasta. Seharusnya pemerintah memandang pendidikan swasta sebagai berkat dan partner, karena itu berusaha menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan pendidikan swasta, melaksanakan kontrol administratif dan mutu. Selama pemerintah sendiri belum sanggup menyediakan pendidikan bermutu bagi warganya, pemerintah wajib mendorong swasta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Untuk itu pemerintah berkewajiban moral membantu dengan memberi subsidi finansial, meningkatkan mutu tenaga pengajar, dan menghargai karakter khusus yang melekat pada lembaga pendidikan swasta. Menjadikan pendidikan swasta sebagai sapi perahan dan mempersulit perkembangannya jelas melawan keadilan dan merusak dasar demokrasi pendidikan.
Pemerintah baru telah menjanjikan profesionalisme di segala bidang. Profesionalisme di bidang pendidikan terwujud dalam kesetiaan pada visi dan misi pendidikan sebagai pemerdekaan, pembentukan karakter atau sikap dasar moral dan budi pekerti. Maka semua yang terlibat dalam proses pendidikan anak bangsa yang merdeka, berkarakter dan berbudi pekerti harus orang-orang yang merdeka dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, berkarakter humanis, santun, dan punya nurani, serta memiliki profesionalisme didaktis-pedagogis. Pendidikan adalah sebuah karya pembentukan manusia merdeka yang human, matang, berbudaya, dan bertanggung jawab sehingga wajib dikelola oleh birokrat pendidikan yang demokratis, human, matang, serta memiliki compassion dan passion pada manusia muda.
Frietz R Tambunan Pendidik, Dosen Unika St Thomas Medan Sumber: Kompas, Selasa, 26/10/04, opini


No response to “Proposal Paidea untuk Mendiknas”

Post a Comment

Terimakasih. sekali tangan terkepal, hilangkan ratapan tangis dimuka bumi

Membagi Pengetahuan

Bagi Sahabat-sahabat yang punya artikel, saran, Kegiatan, proposal dan ingin di muat di blog ini, harap mengirimkannya ke E-mail

Bergabung di Agen Pulsa Elektronik